Selasa, 07 Oktober 2008

senandung Pramuka

Jangan sangka kami manusia berbudi
Jangan sangka kami manusia berakhaq mulia
bina iptek abdi pertiwi
namun banyak dari kami adalah dusta
dustanya merusak dasa darma
hanya dikata tidak dikehidupan nyata

kami bisa membuat simpul pangkal
apakah naluri kami dangkal ?

Gelar acara bermegah-megah
apakah hati ini sudah indah ?

oh cita dan harapan
benang putih sudah tiba
kami ingin menjadi
Pramuka sejati ...
tinggikan ikhlas nyiurnya indah di sejatinya nusa

3 komentar:

Sidiq Nur Widayan mengatakan...

tolong tanggapan anda mengenai trisatya, di sana dikatakan "demi kehormatanku aku berjanji" menurut anda sumpah bagi selain Allah diperbolehkan nggak?

Sidiq Nur Widayan mengatakan...

Diriwayatkan dari Saad bin Ubaidah r.a., ia berkata bahwa Ibnu Umar r.a. mendengar seorang laki-laki berkata dalam sumpahnya, yang artinya, "Demi Ka'bah!" Ibnu Umar berkata kepadanya, "Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah saw bersabda, 'Barangsiapa bersumpah dengan nama selain Allah, maka ia telah kafir atau berbuat syirik.'" (Shahih, HR Abu Daud [3251] dan Tirmidzi [1535]) Masih dari Abdullah bin Umar r.a., ia berkata: "Rasulullah saw. Bersabda, 'Setiap sumpah yang diucapkan tidak dengan nama Allah, termasuk perbuatan syirik.'"

(Shahih, HR Hakim [1/18] dan Silsilah al-Ahadatis ash-Shahihah [2042])

Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar r.a., bahwasanya Rasulullah saw. bertemu dengan Umar bin Khaththab r.a. yang sedang berjalan bersama rombongan, beliau mendengarnya bersumpah atas nama ayahnya. Rasulullah saw. Bersabda, "Ketahuilah, sesungguhnya Allah melarang kalian bersumpah dengan nama bapak-bapak kalian. Barang siapa bersumpah, hendaklah ia bersumpah dengan nama Allah atau sebaiknya ia diam." (HR Bukhari [6646] dan Muslim [1646])

Umar berkata: "Demi Allah sejak aku mendengar sabda Rasulullah itu, aku tidak pernah bersumpah dengan selain nama Allah, baik menyebutkannya langsung ataupun menukil ucapan orang."

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, "Bahwa Rasulullah saw. Bersabda, 'Janganlah kalian bersumpah dengan nama bapak atau ibu kalian dan jangan pula bersumpah dengan nama selain Allah! Serta janganlah kalian bersumpah kecuali dengan nama Allah! Dan janganlah bersumpah dengan nama Allah kecuali kalian harus jujur (di dalamnya)'!" (Shahih, HR Abu Daud [3248] dan Ibnu Hibban [4357])

Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Samurah r.a., ia berkata, "Rasulullah saw bersabda, 'Janganlah kalian bersumpah dengan nama thawaaghi dan jangan pula dengan nama bapak-bapak kalian'!" (HR Muslim [1648])

Diriwayatkan dari Buraidah r.a., ia berkata, "Rasulullah saw. Bersabda, 'Barangsiapa bersumpah atas nama (demi) amanah, maka ia bukan dari golongan kami'." (Shahih, HR Abu Daud [3253], Ibnu Hibban [1318], dan Ahmad [7/352])

Diriwayatkan dari Qutailah binti Shaifi al-Juhaniyyah r.a., ia berkata, "Salah seorang pendeta Yahudi datang menemui Rasulullah saw dan berkata, 'Wahai Muhammad, kalian adalah sebaik-baik ummat bila saja kalian tidak berbuat syirik.' Rasulullah berkata, 'Subhanallah, apa itu?' Ia berkata, 'Kalian berkata dalam sumpah, Demi Ka'bah!' Rasulullah saw. diam sejenak, lalu berkata, 'Memang ada yang mengatakan seperti itu, maka barangsiapa bersumpah hendaklah ia mengatakan, 'Demi Rabbul Ka'bah (Pemilik Ka'bah).' Pendeta Yahudi itu berkata lagi, 'Wahai Muhammad, kalian adalah sebaik-baik ummat bila saja kalian tidak menjadikan sekutu bagi Allah!' 'Subhanallah, apa itu?' tanya Rasulullah. Ia berkata: "Kalian mengatakan, 'Atas kehendak Allah dan kehendakmu!' Rasulullah diam sejenak, lalu berkata, 'Memang ada yang berkata seperti itu, barangsiapa mengucapkan, Atas kehendak Allah, maka hendaklah ia mengiringinya dengan ucapan, Kemudian dengan kehendakmu.'" (Shahih, HR Ahmad [6/371/372] dan Hakim [4/297])

Diriwayatkan dari Buraidah r.a., ia berkata, "Rasulullah saw bersabda, 'Barangsiapa berkata dalam sumpahnya, Aku berlepas diri dari Islam, jika ia bohong, maka hakikatnya seperti yang ia katakan. Jika ia tidak bohong, maka ia tidak akan kembali kepada Islam dengan selamat'!" (Shahih, HR Abu Daud [3258] dan Ibnu Majah [2100])

Diriwayatkan dari Tsabit bin adh-Dhahhak r.a., dari Rasulullah saw, bahwa beliau bersabda, "Barang siapa sengaja bersumpah atas nama agama selain Islam secara dusta, maka hakikatnya seperti yang ia katakan. Barang siapa bunuh diri dengan menggunakan besi, maka ia akan disiksa dalam Neraka Jahannam dengan besi itu." (HR Bukhari [1363] dan Muslim [110])

Kandungan Bab
Bersumpah dengan selain nama Allah termasuk syirik amali. Sabda Rasulullah saw., "Maka ia telah kafir atau berbuat syirik," tujuannya untuk penegasan larangan dan penekanan hukum keharamannya.

Abu Isa at-Tirmidzi dalam Sunannya (IV/110-111) berkata, "Tafsir hadits ini menurut sejumlah ahli ilmu, bahwa sabda Nabi, 'Maka ia telah kafir atau berbuat syirik,' tujuannya untuk penekanan larangan. Dalilnya adalah hadits Ibnu Umar r.a., bahwa Rasulullah saw. mendengar Umar bin al-Khaththab bersumpah, 'Demi ayah dan ibuku,' Rasulullah menyanggahnya, 'Ketahuilah! Sesungguhnya Allah melarang kalian bersumpah dengan nama bapak-bapak kalian.'

Dan hadits Abu Hurairah r.a., bahwasanya Rasulullah saw bersabda, "Barangsiapa yang berkata dalam sumpahnya, Demi Latta dan Uzza hendaklah ia menebusnya dengan mengucapkan, 'Laa Ilaaha Illallaah'."

Kemudian beliau berkata, "Contohnya seperti yang diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa beliau bersabda, 'Sesungguhnya riya' itu syirik'."

Dalam menafsirkan ayat, "Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya, maka hendaklah ia mengerjakan amal shalih." (Al-Kahfi: 110).

Sebagian ulama mengatakan, "Yaitu tidak berbuat riya'."

Abu Ja'far ath-Thahawi dalam kitab Syarah Musykilul Aatsaar (II/297-298), berkata, "Dalam hadits dari Rasulullah saw ini ditegaskan, bahwa siapa saja yang bersumpah dengan sesuatu selain Allah, berarti ia telah berbuat syirik. Maksudnya -wallaahu a'lam- bukanlah syirik yang mengeluarkan pelakunya dari Islam, sehingga pelakunya keluar dari Islam. Akan tetapi maksudnya adalah, tidak selayaknya seorang Muslim bersumpah dengan selain Allah. Maka barangsiapa bersumpah dengan selain Allah, berarti ia telah menjadikan sesuatu yang selain Allah itu sebagai mahluf (yang disebut dalam sumpah sebagai pengagungan), sebagaimana ia juga menjadikan Allah sebagai mahluf. Berarti ia telah menjadikan sesuatu selain Allah yang disebutnya dalam sumpah itu sebagai tandingan bagi Allah. Ini adalah masalah besar! Ucapan itu telah menjadikannya musyrik dengan syirik ashghar, bukan syirik akbar yang bisa membuatnya kafir kepada Allah dan mengeluarkannya dari Islam."

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam kitab Fat-hul Baari (XI/531), "Sabda Nabi, 'Maka ia telah kafir atau berbuat syirik,' tujuannya adalah penegasan dan penekanan larangan. Hal ini telah dijadikan sandaran oleh para ulama yang mengharamkannya."


Barangsiapa terlanjur bersumpah dengan sesuatu selain Allah, maka kaffaratnya adalah mengucapkan "Laa Ilaaha Illallaah", lalu meludah ke kiri sebanyak tiga kali, kemudian mengucapkan istiadzah, berlindung kepada Allah dari gangguan syaitan yang terkutuk.

Dalilnya adalah, diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., dari Rasulullah saw, bahwa beliau bersabda, "Barang siapa yang berkata dalam sumpahnya: 'Demi Latta dan Uzza,' hendaklah ia menebusnya dengan mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah.' Barangsiapa mengatakan kepada temannya, 'Mari kita berjudi,' hendaklah ia bershadaqah." (HR Bukhari [4860] dan Muslim [1647])

Mushab bin SaAd bin Abi Waqqash meriwayatkan dari ayahnya, yakni SaAd bin Abi Waqqash r.a., bahwa ia berkata, "Aku pernah bersumpah dengan nama al-Latta dan al-Uzza, teman-temanku berkata, 'Engkau telah mengucapkan perkataan keji!' Aku pun datang menemui Rasulullah saw. dan mengadukan hal ini kepada beliau, kukatakan, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku belum lama memeluk Islam, tadi aku bersumpah dengan nama al-Latta dan al-Uzza!" Rasulullah saw bersabda, "Ucapkanlah Laa Ilaaha Illallaahu Wahdah (Tiada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah semata) sebanyak tiga kali, kemudian meludahlah ke kiri sebanyak tiga kali, lalu berlindunglah kepada Allah dari gangguan syaitan yang terkutuk dengan mengucapkan istiAdzah, dan jangan engkau ulangi." (Shahih, HR Ibnu Majah [2097], An-Nasa'I [7/7-8], dan Ahmad [1/83])


Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Fat-hul Baari (XI/531), "Para ulama berkata, 'Hikmah larangan bersumpah dengan selain Allah adalah bersumpah dengan menyebutkan sesuatu merupakan bentuk pengagungan dari sesuatu tersebut, sementara pengagungan itu pada hakikatnya hanyalah untuk Allah semata'."

Saya katakana, "Dalilnya adalah hadits Abdullah bin Umar r.a., ia berkata, Rasulullah saw. Bersabda, 'Barangsiapa ingin bersumpah, maka hendaklah ia bersumpah hanya dengan nama Allah.' Orang-orang Quraisy dahulu bersumpah dengan nama bapak-bapak mereka. Rasulullah saw. Bersabda, 'Janganlah kalian bersumpah dengan nama bapak-bapak kalian'." (Shahih, HR Ahmad [3/253-254])


Boleh bersumpah dengan menyebut salah satu dari sifat Allah, dalilnya adalah, diriwayatkan dari Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Akan dihadapkan seorang penghuni Jannah yang paling berat penderitaannya di dunia. Lalu Allah berfirman, 'Masukkanlah ia ke dalam Jannah sekejap saja!' Lalu dimasukkanlah ia sekejap saja ke dalam Jannah. Lalu Allah berkata kepadanya, 'Hai anak Adam, pernahkan engkau merasakan kepedihan atau pernahkah merasakan sesuatu yang engkau tidak sukai?' Ia berkata, 'Demi kemuliaan-Mu, aku sama sekali tidak pernah merasakan sesuatu yang tidak kusukai.' Kemudian dihadapkanlah seorang penghuni Neraka yang paling enak hidupnya di dunia. Allah berkata, 'Celupkanlah ia sekali celup saja ke dalam Neraka!' Setelah ia dicelup, Allah berkata kepadanya, 'Hai anak Adam, pernahkah engkau melihat kebaikan atau merasakan kenikmatan?' Ia berkata, 'Demi kemuliaan-Mu, aku sama sekali tidak pernah melihat kebaikan dan tidak pernah merasakan kenikmatan.'" (HR Bukhari [3836] dan Muslim [1646])

Salah satu bab dalam Sunanul Kubra karangan al-Baihaqi (X/41) adalah "Bab bersumpah dengan menyebut salah satu dari sifat Allah, seperti kemuliaan Allah, qudrah-Nya, keluhuran-Nya, kebesaran-Nya, keagungan-Nya, perkataan-Nya, pendengaran-Nya dan lainnya."

Kemudian beliau membawakan beberapa hadits yang membolehkannya. Lalu menyebutkan beberapa atsar yang menunjukkan bolehnya bersumpah dengan meyebut Al-Qur'an Al-Karim. Ia meriwayatkan dengan sanad shahih dari seorang tabi'in tsiqah bernama Amr bin Dinar, bahwa ia berkata, "Sejak tujuh puluh tahun yang lalu sampai sekarang, aku mendengar orang-orang mengatakan, Allah adalah al-Khaaliq (pencipta), selain Dia ada makhluk (yang diciptakan), dan Al-Qur'an adalah Kalamullah Azza wa Jalla."


Bersumpah jujur dengan menyebut nama selain Allah lebih besar dosanya daripada bersumpah bohong dengan nama Allah. Dalilnya adalah, perkataan Abdullah bin Masud r.a., "Bersumpah bohong dengan menyebut nama Allah lebih aku sukai daripada bersumpah jujur dengan menyebut nama selain-Nya." (HR Thabrani dalam Al-Kabir [9/183])


Akan tetapi orang yang bersumpah dengan nama Allah hendaklah jujur dalam sumpahnya. Dan barangsiapa yang diucapkan padanya sumpah dengan menyebut nama Allah hendaklah ia rela (menerimanya), dalilnya adalah, diriwayatkan dari Abdullah bin Umar r.a., ia berkata, "Rasulullah saw. mendengar seseorang bersumpah dengan menyebut nama bapaknya. Rasulullah saw. Bersabda, 'Janganlah bersumpah dengan nama nenek moyangmu! Barang siapa bersumpah dengan nama Allah, hendaklah ia berkata benar. Dan barang siapa yang diucapkan padanya sumpah dengan menyebut nama Allah, hendaklah ia menerimanya, barang siapa tidak menerimanya, maka lepaslah ia dari Allah'." (Shahih, HR Ibnu Majah [2101])

Rasulullah saw. telah memberikan perumpamaan yang sangat bagus dari kisah Kalimatullah beserta hamba dan ruh-Nya, Isa bin Maryam as. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a., disebutkan bahwa Rasulullah saw bersbda, "Nabi Isa melihat seorang lelaki sedang mencuri. Beliau berkata kepadanya, 'Engkau telah mencuri!' Ia berkata, 'Tidak demi Allah yang tiada Ilah yang berhak diibadahi selain Dia!' Nabi Isa berkata, Aku beriman kepada Allah dan aku dustakan penglihatan mataku'." (HR Bukhari [3444] dan Muslim [2368])


Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam kitab Fat-hul Baari (XI/533), "Adapun sumpah-sumpah dengan menyebut nama selain Allah yang disebutkan dalam Al-Qur'an, ada dua jawaban yang dapat diberikan.

Pertama: Ada kata yang dihilangkan dalam kalimat sumpah tersebut, sumpah 'demi matahari,' takdirnya adalah 'demi Rabb matahari' demikian seterusnya.

Kedua: Hal itu khusus bagi Allah semata. Jika Allah ingin mengagungkan salah satu makhluk-Nya, maka dia akan bersumpah dengan menyebutnya. Namun hal ini tidak boleh dilakukan oleh selain-Nya."


Dalam sejumlah hadits terdapat beberapa hal yang bertentangan dengan itu, misalnya sabda Nabi kepada seorang Arab Badui, "Demi ayahnya, beruntunglah ia jika benar katanya. Demi ayahnya, niscaya ia masuk Jannah jika benar katanya." (HR Bukhari [46] dan Muslim [11])

Dan jawaban beliau kepada orang yang bertanya tentang shadaqah, "Demi ayahmu, engkau akan diberitahu tentang hal itu." (HR Bukhari [1419] dan Muslim [1032])

Ada beberapa jawaban ahli ilmu berkenaan dengan masalah ini: Pertama: Ada yang meragukan keshahihan lafazh tersebut. Pendapat ini dinukil dari Ibnu Abdil Barr dan al-Qarafi sebagaimana disebutkan dalam Fat-hul Baari (I/108) dan (XI/533).

Kedua: Ada yang mengatakan, telah terjadi kesalahan cetak, seharusnya "demi Allah" namun berubah menjadi "demi ayahnya", pendapat ini dinukil oleh as-Suhaili dari beberapa orang gurunya.

Ketiga: Ada yang mengatakan, kalimat tersebut biasa mereka ucapkan tanpa maksud bersumpah. Adapun larangan, ditujukan kepada orang yang sengaja bersumpah. Ini merupakan pendapat yang dipilih oleh al-Baihaqi dan disetujui oleh an-Nawawi.

Keempat: Ada yang mengatakan, kalimat seperti itu dalam perkataan mereka memiliki dua makna:
Pengagungan.
Penegasan

Kelima: Sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa dalam kalimat tersebut ada kata yang tersembunyi, yaitu kata Rabb, jadi sebenarnya kalimat itu berbunyi: "Demi Rabb ayahnya…"

Keenam: Sebagian ulama lainnya mengatakan bahwa perkataan itu diucapkan oleh Rasulullah sebelum turun larangan. Kemudian hukum mubahnya dihapus menjadi terlarang. Inilah pendapat yang dipilih oleh Jumhur Ulama.

Ketujuh: Ada pula yang mengatakan bahwa hal itu khusus bagi Syaari' (Rasul-Nya), dan tidak boleh bagi ummat beliau.

Bantahannya sebagai berikut:
Tanpa ragu lagi, lafazh tersebut telah diriwayatkan secara shahih. Selain diriwayatkan dari jalur Isma'il bin Ja'far, lafazh ini juga diriwayatkan dalam hadits Abu Hurairah r.a.
Perkiraan telah terjadi kesalahan cetak masih bersifat dugaan. Masalah seperti ini tidak boleh ditetapkan dengan dugaan.
Jawaban kelima dan ketujuh masih terlalu spesifik dan butuh dalil, hak khusus atau kekhususan tidak dapat ditetapkan dengan dugaan.

Jawaban yang paling bisa diterima adalah jawaban keenam. Yaitu, perkara tersebut terjadi sebelum turunnya larangan. Dan kalimat tersebut juga biasa mereka ucapkan tanpa maksud tertentu. Sebagaimana disebutkan dalam riwayat Qutailah al-Juhaniyyah dan hadits Abdullah bin Umar r.a. yang baru saja berlalu. Dalam riwayat itu disebutkan bahwa orang-orang Quraisy dahulu bersumpah dengan menyebut nama nenek moyang mereka, maka Rasulullah saw. bersabda, "Janganlah bersumpah dengan menyebut nama nenek moyang kalian!"

Adapun anggapan orang yang melemahkan jawaban ini dengan alasan adanya kemungkinan untuk menggabungkannya, maka anggapan mereka itu tertolak! Sebab, bentuk penggabungan di atas terlalu dipaksakan. Adapun penolakan nasakh (penghapusan hukum) dengan anggapan tidak diketahuinya mana hadits yang terdahulu dan mana hadits yang datang kemudian, adalah anggapan yang tertolak berdasarkan kedua riwayat di atas.

Jadi, jelaslah bahwa hal itu terjadi sebelum turunnya larangan. Dan jelas pula bahwa hukum mubahnya telah dihapus.


Sekarang ini banyak bermunculan fenomena bersumpah dengan nama selain Allah -kita berlindung kepada Allah dari kesesatan setelah mendapat hidayah-. Bermunculanlah berbagai macam kalimat, seperti bersumpah dengan menyebut kemuliaan, kumis, dan cambang, atau tanah ayahnya, hendaklah orang-orang yang lalai itu segera sadar, sebab banyak sekali orang yang sudah tergelincir dalam masalah ini.

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar'iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi'i, 2006), hlm. 66-76.


http://alislamu.com/index.php?option=com_content&task=view&id=1099&Itemid=67

Adin mengatakan...

oke makasih y,tak ada hukum/manusia manusia yang sempurna...

Avicenna line art

< CLICK HERE TO DOWNLOAD > Avicenna line art hand drawn vintage illustration.